Susiati, dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur menyampaikan peningkatan wisata di Jawa Timur di ekonomi forum dua tahun sekali masih menempatkan Indonesia di ranking 32.
“Peringkat ini perlu kita perbaiki. Ketika dicermati, nilai merah itu pada sarana infrastruktur, sanitasi, sustainable tourism, teknologi informasi yang kurang, lemah akses permodalan, tata kelola keuangan dan lemahnya sinergi,” ujarnya.
“Kami dari Provinsi Jatim akan fokus sinergi perbaikan bidang sanitasi. Teknologi informasi sinergi dengan DPMD dan media untuk pembuatan video profil Desa Wisata dan LPPM di setiap Universitas,” ujar Susiati.
Menurut data, pertumbuhan Dewi Jatim naik sejak 2018 berjumlah 321.
Pada 2019 sebanyak 341, di 2020 ada 479, pada 2021 sebanyak 573 dan pada 2022 sebanyak 596 Dewi.
“Pengembangan kepariwisataan nasional (PKN) Jatim, masih ranking VI Nasional. Bali jawara I, disusul Jogja, Jabar, Jateng, Sulawesi dan baru Jatim,” ungkap Susiati.
Sementara itu, akademisi Universitas Airlangga, Bambang Suharto, mengatakan pengembangan zonasi mencegah kerusakan pada objek tertentu.
“Maka segala kemajuan desa, tidak merubah asalnya. So perkembangan Dewi dirasakan langsung oleh masyarakat, manfaat, dan kebanggaannya,” ujarnya.
Sekadar diketahui, Mitra Klinik BUMDesa kembali mengadakan workshop Rembug Nyekrup, di Hotel Primebiz, Kota Surabaya, beberapa waktu lalu.
Kali ini tema workshop adalah pengembangan ekonomi kreatif dalam penguatan usaha desa wisata (Dewi) berbasis BUMDes 2023.
Turut hadir, Budi Sarwoto Kadis PMD Provinsi, Susiati, Disbudpar Provinsi Jatim, Manager Regional Engagement & Sustainability PT HM Sampoerna Tbk, Kukuh Dwi Kristianto, Direktur Program Mitra Klinik BUMDes Jatim, Nova Hariyanto, Direktur Yayasan Rumah Kita Sidoarjo Andrianus M Uran, Founder Akademi Desa Wisata, Dwi Ariadi Kusuma, dan akademisi Unair, Bambang Suharto.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id