BERITABANGSA.ID – SURABAYA – Dosen Analisis Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Yauwan Tobing Lukiyono, mengatakan para ahli di bidang parasitologi lingkungan dan kesehatan, pangan dan mikrobiologi lingkungan menyebutkan, ada perbedaan antara drug medicine dan herbal medicine.
Drug medicine kinerjanya menuju ke pusat sakit, misal sakit demam, maka diberi paracetamol. Jika infeksi, maka diberi antibiotik.
Berbeda jika herbal medicine. Ada kandungan fitokimia di herbal medicine yang berfungsi lebih banyak, dibandingkan drug medicine.
Bahkan dapat digunakan untuk terapi beberapa penyakit sekaligus baik yang bersifat menular atau penyakit tidak menular.
“Penggunaan herbal medicine yang tidak tepat, dapat memberi efek negatif ke tubuh lebih minim dibandingkan drug medicine yang memberi dampak buruk pada organ tubuh lain jika pemakaiannya tidak terkontrol,” jelasnya.
Tobing menambahkan, untuk drug medicine, pemakaiannya harus terkontrol dan terinci oleh ahlinya.
Sedangkan untuk herbal medicine dapat digunakan setiap saat tanpa harus diawasi oleh ahli gizi.
Asalkan, penggunaannya bijak diimbangi olah raga, makanan yang bergizi, dan minum air putih yang mencukupi.
“Bahwa drug medicine memberikan dampak yang luar biasa, jika penggunaanya salah. Karena efek toxisitasnya sangat tinggi dan sangat berbahaya bagi organ lain, sedangkan untuk herbal medicine sama, tetapi kandungannya, herbal sehingga efek negatifnya minim,” papar Tobing.
Masih Tobing, jika ingin stagnan dan aman untuk merawat kesehatan, lebih baik menggunakan herbal medicine, karena dengan 1 bahan saja bisa digunakan untuk beberapa terapi kesehatan.