BERITABANGSA.ID- SIDOARJO– Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo mengeluarkan data kasus angka stunting di Kota Delta dalam 4 tahun terakhir.
Data angka stunting yang dikeluarkan Dinkes Sidoarjo itu mulai tahun 2019 hingga 2022.
Dari data yang disampaikan Dinkes Sidoarjo, angka kasus stunting di Kota Delta menunjukan prevelansi stunting lebih rendah dibanding data Survei status Gizi Indonesia (SSGI) untuk Sidoarjo.
Selaian angka stunting Dinkes Sidoarjo juga memaparkan tingkat partisipasi masyarakat yang datang ke Posyandu dalam kurun waktu yang sama.
Data angka stunting ini disampaikan Kepala Dinkes Sidoarjo, Fenny Apridwati kepada wartawan pada 15 Februari 2023.
Berikut Data Kasus Stunting dari Dinkes Sidoarjo
UNDERWEIGHT (BB/U)
Tahun 2019 = 8,3 %
Tahun 2020 = 7,2 %
Tahun 2021 = 8,1 %
Tahun 2022 = 8,4 %
WASTING (BB/TB)
Tahun 2019 = 9,5 %
Tahun 2020 = 7,0 %
Tahun 2021 = 7,9 %
Tahun 2022 = 8,2 %
Sedangkan Partisipasi Masyarakat yang datang ke Posyandu sebagai berikut:
Tahun 2019 = 67,8%
Tahun 2020 = 36,4% (puncak pandemi covid)
Tahun 2021= 50,7%
Tahun 2022 = 60,5%
Berdasarkan data di atas, menunjukkan partisipasi masyarakat yang datang ke posyandu masih kurang (kurang dari 80%) sehingga bisa dikatakan tidak bisa melakukan deteksi dini adanya penyimpangan pertumbuhan.
“Sehingga dibutuhkan upaya sosialisasi dan edukasi terus menerus untuk meningkatkan kehadiran masyarakat ke posyandu hingga optimal sampai 80%,” kata Feny Apridawati, Rabu, (15/02/2023).
Sementara itu Badruzzaman Ketua BKNU Sidoarjo saat dikonfirmasi perihal data di Dinkes mengatakan, data Dinkes berbasis E- PPGBM (elektronik-pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat), dengan periode, sasaran, pelaksana, dan tujuan berbeda dengan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
“SSGI dimaksudkan untuk evaluasi implementasi kebijakan di bidang kesehatan, utamanya intervensi gizi pada balita,” ujar Badruzzaman.
Badruzzaman menambahkan, hasil SSGI 2022 di Kabupaten Sidoarjo tetap valid, tetapi implementasi kebijakan intervensi gizi belum optimal. Meski sebagaimana diketahui program ini dikeroyok juga melalui dana desa.
“Sejak awal kami sampaikan, E- PPGBM, berorientasi surveilans, sedangkan survei status gizi Indonesia berorientasi evaluasi efektifitas intervensi (kebijakan) gizi balita,” imbuhnya.
Apalagi, lanjut Badruzzaman data Dinkes (PPGBM) sendiri menunjukan blm idealnya partisipasi masyarakat ke posyandu.
“Apa yang ditampilkan SSGI, cukup menyiratkan ada persoalan intervensi kebijakan publik (kesehatan) pada balita, meski (sekali lagi kami sampaikan) program ini juga dikeroyok melalui dana desa,” pungkasnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id