Lebih lanjut dirinya menjelaskan, di abad 19 dan 20, para Ulama Nusantata memiliki kiprah yang luar biasa. Peran mereka tidak hanya bersifat lokal tetapi langsung di pusat-pusat intelektual Islam.
“Pusat-pusat intelektual itu seperti di Saudi Arabia, Yaman, Irak, Turki dan Mesir. Ada yang belajar dan berkarya di Timur Tengah juga berkarya di Indonesia. Namun karyanya berkaliber internasional,” terangnya.
Ulama asal Indonesia tersebut seperti Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Yasin Al-Fadani, Syaikh Arsyad Al-Banjari, Syaikhana Muhammad Kholil Bangkalan, Syaikh Mahfud At-Tarmasi dan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari.
“Untuk itu, hubungan yang luar biasa antara Ulama Indonesia dan Timur Tengah perlu diperkenalkan kembali kepada dunia yang lebih luas,” jelasnya.
Menurutnya, peran para ulama Indonesia dinilai sangat penting. Tidak dalam segi keagamaan saja tetapi juga mencakup bidang-bidang lain seperti sosial, politik dan budaya.
“Bahkan Clifford Geertz dalam bukunya yang berjudul The Religion of Jawa sendiri menyebut bahwa Ulama atau Kyai sebagai Cultural Broker atau pialang budaya,” ungkapnya.
Sehingga, pengenalan kembali karya-karya Ulama Indonesia kepada dunia internasional juga menjadi media untuk menyebarkan ajaran Islam yang tasammuh, tawassuth, dan cinta tanah air.
“Jejak penyebaran dan pengajaran Islam yang moderat, damai dan cinta tanah air ini bisa dilihat dari berbagai manuskrip dan karya beliau yang dipamerkan saat ini,” terangnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.com