BERITABANGSA.COM-SURABAYA– Seni ludruk nyaris tidak dikenal generasi kelahiran 1990-2000 an atau milenial. Bagaimana seni yang dulu menjadi alat propaganda perjuangan melawan Belanda ini bisa eksis?
Salah seorang pegiat seni dan pemerhati sosial budaya Jawa Timur menghasilkan karya kritik sastra terhadap seni Ludruk. Bahkan menjuarai lomba penulisan dan meraih anugerah Sutasoma.
Adalah Taufiq penerima penghargaan anugerah Sutasoma kategori buku kritik sastra terbaik berjudul Drama Tradisional Ludruk.
Apa saja kritiknya ? Beritabangsa melakukan wawancara eksklusif kepada Akhmad Taufiq, M.Pd., (dosen FKIP Universitas Jember) di sela acara Jatim Art Forum 2022 di Gedung Seni Cak Durasim Surabaya, Selasa (11/10/2022) malam.
Beritabangsa : Bagaimana kabarnya Mas Taufik ?
Taufik : Baik, Alhamdulillah. Syukron.
Beritabangsa: Ada yang ingin tahu apa sebenarnya buku karya Anda meraih juara bisa kritik sastra , motivasinya apa yaa ?
Taufik : Hemm, motivasi saya yang mendasar terkait buku Drama Tradisional Ludruk ini ada dua: pertama, buku ini setidaknya mendokumentasikan sebuah artefak kebudayaan di bidang seni tradisi ludruk; kedua, buku ini penting disajikan kepada publik berkenaan temuaanya pada ludruk di wilayah Jember dan Lumajang yang memiliki ciri tersendiri. Yakni, tentang lakon, bahasa, dan aktor/aktris.
Beritabangsa : Apa yang bisa Anda berikan dan sampaikan dari buku tersebut selain di atas ?
Taufik : Menulis adalah kerja kebudayaan. Generasi milineal adalah pemilik kebudayaan saat ini. Untuk itu, menulis bagi generasi milineal dengan berbagai media yang tersedia adalah suatu keniscayaan. Banyaknya pilihan media saat ini untuk menulis, bagi generasi milenial merupakan tantangan dan peluang tersendiri yang tidak boleh disia-siakan. Karena dengan menulis, kita menjadi ada. Karena dengan menulis, kita mampu ‘menandai’ kebudayaan itu sendiri. Media digital harus dimaknai dan memberi ruang bagi seni tradisi, dalam hal ini termasuk ludruk.
Beritabangsa: Anda terlibat di acara Jatim Art Forum, lalu apa istimewanya?
Taufik: Acara ini acara yang bergengsi dan mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat literasi di Jawa Timur.
Beritabangsa: Apa pesan saudara kepada pegiat seni di Jatim?
Taufik : Proses sosialisasi secara kontinu perlu dilakukan, bersamaan dengan itu, proses transformasi kesenian daerah dengan memanfaatkan berbagai media digital sangat perlu juga dilakukan.
Beritabangsa: Gambaran buku Anda itu seperti apa ?
Taufik : Garis besarnya buku tersebut mencakup; sejarah ludruk “Setia Kawan” Jember, analisis lakon ludruk, karakteristik pertunjukan ludruk wetanan, dan strategi pengembangan kelembagaan di era digital.
Beritabangsa : Apakah Ludruk bisa eksis di era Milenial ? Apa caranya ?sementara tidak ada yang order tanggapan atau mentas?
Taufik: Menurut saya masih dapat eksis. Tapi dengan beberapa strategi menghadapi derasnya industri pasar hiburan, termasuk berkembangnya media digital. Pendampingan grup ludruk secara intensif, untuk men-transformasi menjadi konten-konten yang menarik adalah salah satu contoh pengembangan ludruk tersebut di era milineal ini.
Beritabangsa: Caranya ?
Yang paling diterima dan adaptif di masyarakat adalah segmen lawakan. Lebih dari itu segmentasi ini bisa dikembangkan ke segmen yang lain. Segmen kidungan, tari Remo, parikan, dan narasi lakon dalam bentuk tranformasi cerita animasi misalnya.
Beritabangsa: Siap Terima kasih. Salam sehat. Sampai berjumpa lagi.
Taufik: Baik, Alhamdulillah terima kasih kembali. Wassalamu’alaikum wr wb.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.com